Allah Memberi Pertumbuhan
BERTUMBUH MENUJU KEDEWASAAN YANG BENAR
A. PENGANTAR
Jika kau bisa menunggu dan tak lelah menanti,
Atau, dibohongi, janganlah berdamai dengan kebohongan,
Atau, dibenci, janganlah balas membenci,
Namun janganlah kelihatan terlalu baik, atau berbicara terlalu bijaksana;
Jika kau dapat bermimpi – dan tidak membiarkan mimpi menguasaimu;
Jika kau dapat berpikir – dan tidak menjadikan pikiranmu sebagai tujuan;
Jika kau dapat meraih kemenangan dan menderita musibah kekalahan
Dan memperlakukan sama kedua tipuan semu itu;
Jika kau rela mendengarkan kebenaran yang kau ucapkan
Yang tersandra oleh para penipu yang membuat perangkap bagi orang bodoh,
Atau menyaksikan hancur luluhnya segala yang kau pertaruhkan untuk hidupmu,
Dan membungkuklah dan bangunlah puing-puing itu dengan peralatan rusak yang tersisa;
Jika kau dapat mempertaruhkan semua kemenanganmu
Dan mengambil risiko untuk satu giliran ‘lempar-dan-tangkap’,
Dan ternyata kalah, dan harus mulai lagi dari awal
Dan janganlah pernah mengeluhkan kekalahanmu sepatah kata pun;
Jika kau bisa memaksa jantung dan saraf dan ototmu
Untuk melakukan giliran pukulan service-mu lama setelah semua kekalahanmu,
Dan ya bertahanlah bila tiada lagi apa pun dalam dirimu
Kecuali Kemauan yang berujar kepada mereka: “Tunggu.”
Jika kau dapat berbicara kepada rakyat jelata dan mempertahankan kebajikanmu,
Atau berjalan dengan raja-raja – tanpa kehilangan hubungan dengan rakyat biasa;
Jika tiada musuh atau teman tercinta dapat melukaimu;
Jika semua orang menghargaimu, tapi tak berlebihan;
Jika kau bisa mengisi menit yang menentukan
Dengan menempuh jarak lari enam puluh detik yang tak ternilai –
Bumi dan segala isinya akan menjadi milikmu,
Dan – yang lebih penting – kau akan menjadi Seseorang anakku!
Terjemahan S.Belen
Coba perhatikan, pelajaran apa yang dapat kita peroleh dari puisi di atas tentang pertumbuhan? Pada ketiga bait pertama puisi di atas, kita menemukan pelajaran tentang “kesabaran”, “rasa percaya diri”, “berani menghadapi keraguan orang”, “sabar menunggu”, “tidak membalas kejahatan dengan kejahatan”, “cerdas dan waspada” (tidak kelihatan terlalu baik atau bijaksana), “tidak tenggelam dalam mimpi-mimpi”, “sanggup berpikir demi mencapai sesuatu”, “tidak mudah terhanyut oleh kemenangan, atau hancur karena kekalahan.”
B. Proses Menjadi Dewasa
Dalam puisinya, Rudyard Kipling juga menggambarkan arti
pertumbuhan itu. Dari kata-kata Kipling di atas jelas sekali bahwa yang penting
dalam pertumbuhan itu bukan semata-mata pertumbuhan fisik, melainkan
kematangan bersikap dan berperilaku dalam menghadapi berbagai persoalan
hidup. Apakah kita mampu menghadapi hal-hal yang tidak kita harapkan
terjadi dalam hidup ini? Apakah kita mampu menghadapi orang-orang yang
seringkali berperilaku berlawanan dengan apa yang kita inginkan? Bagaimana
kalau kita dikecewakan dalam hidup ini? Apakah kita akan tenggelam di
dalam kekecewaan itu? Atau malah mencoba bangkit dan memulai lagi untuk
membangun dari sisa-sisa keruntuhannya?
Dalam bahasa Inggris ada dua kata yang bisa digunakan untuk “dewasa”,
yaitu “adult” dan “mature.” Kata “adult” lebih menunjuk kepada usia seseorang,
sementara kata “mature” menunjuk kepada kematangan pribadi dan jiwa
seseorang. Orang yang matang pribadi dan jiwanya mestinya tahu apa yang
baik dan yang buruk, apa yang benar dan salah. Ia menjadi orang yang mandiri,
mampu mengambil keputusannya sendiri. Kalaupun ia meminta nasihat, ia
tidak akan begitu saja menjalankan segala sesuatu yang dikatakan oleh temanteman atau orang yang memberikan nasihat kepadanya. Ia akan berusaha
untuk berpikir masak-masak sebelum ia mengambil keputusan. Ia tidak akan
mudah dipengaruhi orang lain untuk berubah pendapat dan pikirannya. Ia
pun tidak mementingkan diri sendiri, melainkan menunjukkan kepeduliannya
terhadap kesejahteraan orang lain.
C. Kedewasaan Penuh menurut Alkitab
Dalam Surat Efesus yang menjadi dasar bahan kita kali ini, Rasul Paulus mengingatkan jemaat di kota itu bahwa Yesus Kristus telah menyediakan pemimpin-pemimpin umat, seperti rasul, nabi, pemberita Injil, gembala,
pengajar, dll. untuk menolong umat Kristen agar diperlengkapi untuk melayani Tuhan dan membangun tubuh Kristus, yaitu gereja, kumpulan umat Allah sendiri. Mengapa Tuhan harus melakukan semua ini bagi gereja-Nya? Surat Efesus menjelaskan bahwa tujuannya adalah
13 … mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak
Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan
kepenuhan Kristus, 14 sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombangambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia
dalam kelicikan mereka yang menyesatkan, 15 tetapi dengan teguh berpegang
kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah
Dia, Kristus, yang adalah Kepala.
Dari ayat-ayat di atas, jelas bahwa orang Kristen seringkali menghadapi
masalah berupa ajaran-ajaran palsu manusia dan berupa-rupa upaya yang
menyesatkan. Banyak orang yang berusaha untuk mengalihkan perhatian dan
iman percaya orang Kristen dari Kristus. Dalam Surat 2 Petrus 2:1 dan Surat 1
Yohanes 4:1 kita menemukan peringatan-peringatan tentang guru-guru dan
nabi-nabi palsu yang berkeliaran dan menyebarkan ajaran-ajaran yang sesat.
Mereka berusaha untuk membuat orang Kristen menyangkal Yesus Kristus
yang telah menebus mereka. Dengan kata lain, mereka berusaha membujuk
supaya orang Kristen meninggalkan Yesus Kristus dan menjauhkan diri dari
kasih sayang Allah. Seorang Kristen yang dewasa tidak akan mudah digoyahkan
oleh ajaran-ajaran yang sesat. Mari kita lihat bagaimana ajaran-ajaran sesat itu
dikembangkan di sekitar kita.
C. Kedewasaan Penuh dalam Hubungan dengan Orang Lain
Pada bait ketujuh puisi Kipling, ia mengatakan demikian:
Jika kau dapat berbicara kepada rakyat jelata dan mempertahankan
kebajikanmu,
Atau berjalan dengan raja-raja – tanpa kehilangan hubungan dengan
rakyat biasa;
Jika tiada musuh atau teman tercinta dapat melukaimu;
Jika semua orang menghargaimu, tapi tak berlebihan;
Kipling mengatakan, orang yang dewasa adalah orang yang bisa berbicara
kepada rakyat kecil, namun tetap mempertahankan kebajikannya. Kalaupun
ia bisa berjalan dengan raja-raja, hal itu tidak menjadikannya sombong dan
berkepala besar. Rasanya tidak banyak orang yang bisa bertindak seperti ini.
Di dunia kita bisa melihat hanya segelintir orang yang mampu bersikap seperti
ini dengan tulus. Dalam sebuah perjalanan kampanyenya, ketika merasa lapar,
Presiden Obama tidak segan-segan berhenti di sebuah restoran hamburger –
makanan siap saji yang dianggap sebagai makanan murah (“OMG! President
Obama eats at South Miami burger joint,” Miami Herald, 20 September 2012). Ia
tidak segan-segan makan di tempat murahan seperti itu. Orang yang dewasa dan
matang kepribadian dan pemikirannya, pasti tidak akan canggung melakukan
hal-hal yang di mata orang lain mungkin dianggap akan merendahkan derajat
dan kedudukannya. Ia akan mampu memperlakukan setiap orang dengan cara
yang sama. Ia tidak kikuk bergaul dengan orang-orang kecil – termasuk mereka
yang disingkirkan dan dilupakan masyarakat umum – atau pun berhadapan
dengan orang-orang yang berjabatan tinggi.
Di masa hidup-Nya di dunia, Yesus pun pernah melakukan hal seperti itu,
makan di tempat-tempat yang sederhana. Ia pernah diundang oleh Simon,
seorang Farisi yang kaya, untuk makan di rumahnya. (Lukas 7:36-50) Namun
di pihak lain, Ia pun tidak segan-segan duduk dan makan di antara para
pemungut cukai dan orang-orang berdosa. (Markus 2:13-16) Dengan kata lain,
Tuhan Yesus tidak membeda-bedakan orang. Bahkan sebaliknya, Ia berusaha
mendekatkan diri dengan orang-orang yang disingkirkan oleh masyarakat,
supaya mereka bisa diterima lagi oleh masyarakat, dan dapat hidup seperti
banyak orang lainnya.
Inilah yang dikatakan oleh Rasul Paulus dalam Surat Kolose tersebut tentang
pertumbuhan pribadi seorang Kristen, “…tetapi dengan teguh berpegang
kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah
Dia, Kristus, yang adalah Kepala “(Kolose 4:15) Dengan berpegang kepada
kebenaran di dalam kasih, kita bertumbuh ke arah Kristus. Kalau Kristus sendiri
bersikap terbuka kepada siapapun, maka kita pun terpanggil untuk bersikap
terbuka kepada orang lain. Janganlah kita menjauhkan diri dari orang lain
hanya karena mereka berbeda latar belakang suku, agama, kelas sosial, warna
kulit, dan lain-lain.
Kedewasaan penuh yang kita lihat di dalam diri Yesus adalah kehidupan
yang berfokus pada kepentingan orang lain, demi kemuliaan Allah. Itulah
yang digambarkan oleh Rasul Paulus dalam Filipi 2:3-4, “Sebaliknya hendaklah
dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari
pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan
kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.” Apakah ini
berarti orang Kristen tidak boleh memperhatikan kepentingannya sendiri?
Sudah tentu tidak. Paulus ingin
menekankan agar kita tidak hanya
memperhatikan kepentingan diri
sendiri, tetapi juga memikirkan
kepentingan orang lain.
Rangkuman
Kedewasaan yang benar yang mestinya terjadi pada hidup kita masing- masing adalah sikap hidup yang tidak mudah diombang-ambingkan oleh pendapat orang-orang di sekitar kita. Kedewasaan yang benar itu mestinya tampak dalam kemampuan kita ketika kita diperhadapkan dengan berbagai ajaran, pemikiran, filosofi, bahkan juga iklan-iklan yang mengajarkan sukses, keberhasilan, kekayaan, kemasyhuran yang mudah dengan jalan pintas. Alkitab justru mengajarkan yang sebaliknya. Kedewasaan yang benar adalah kedewasaan yang berprinsip, yang didasarkan pada firman Tuhan.